Toleransi Terhadap Intoleransi, Kekerasan atas Nama Agama di Cidahu
JAKARTA, RAKYAT NEWS — Amnesty International Indonesia mengecam keras rencana yang mulai berlajalan sejak Kamis 3 Juli 2025 dimana Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM) untuk mengajukan penangguhan penahanan terhadap tujuh tersangka perusakan rumah singgah yang diduga dijadikan tempat retreat dan ibadah oleh pelajar Kristen di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat.
Pernyataan mengejutkan itu disampaikan Staf Khusus Menteri HAM, Thomas Harming Suwarta, yang menyebut pihaknya siap menjadi penjamin dan mendorong penyelesaian kasus ini lewat mekanisme restorative justice. Suwarta berdalih bahwa aksi perusakan terjadi akibat “miskomunikasi di masyarakat”.
Amnesty menilai sikap ini tidak hanya keliru, tetapi juga berbahaya.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut pernyataan tersebut “tidak sensitif dan bertentangan dengan kewajiban negara dalam melindungi hak atas kebebasan beragama”.
“Penangguhan penahanan terhadap para tersangka perusakan itu memberi sinyal bahwa negara mentoleransi kekerasan berbasis kebencian agama,” tegas Usman.
Ia juga menyoroti bahwa langkah ini memperparah kegagalan negara dalam menangani kekerasan sektarian, seperti yang selama ini menimpa komunitas Ahmadiyah dan Syiah.
Lebih lanjut, Usman menilai respons KemenkumHAM sangat menyakitkan bagi para korban.
“Alih-alih mengutuk tindakan intoleransi, Kementerian HAM justru tampak berpihak pada pelaku. Ini sangat ironis dan mencederai rasa keadilan,” tambahnya
Amnesty juga mengingatkan bahwa jika dibiarkan, tindakan kekerasan seperti ini bisa berkembang menjadi persekusi dan pelanggaran HAM yang serius.
Organisasi pendorong menguatnya HAM ini, menolak keras upaya penyelesaian di luar jalur hukum formal.
“Kasus seperti ini tidak bisa diselesaikan secara damai tanpa akuntabilitas. Itu hanya memperkuat budaya impunitas,” tukas Usman.
Amnesty mendesak KemenkumHAM untuk membatalkan rencana penangguhan penahanan dan memastikan proses hukum berjalan hingga tuntas. “Negara harus berpihak pada korban, bukan pelaku,” pungkas Usman.

Tinggalkan Balasan