Retorika Internasional, Realita Lokal: Amnesty Bongkar Kontradiksi Pidato Presiden

JAKARTA, RAKYAT NEWS – Presiden Prabowo Subianto tampil percaya diri di podium Sidang Umum PBB ke-80, Selasa (23/9), disertai aksi gebrak meja, mantan Danjen Kopasus itu menyampaikan pidato dalam bahasa Inggris yang menyinggung isu-isu besar: kesetaraan, perdamaian, perubahan iklim, hingga kolonialisme.
Namun Amnesty International Indonesia menyebut pidato tersebut tak lebih dari retorika kosong—indah di kata, hampa di aksi.
“Retorika yang terdengar mulia itu berbanding terbalik dengan kebijakan luar dan dalam negeri dalam isu yang diangkat,” kata Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia.
Salah satu kritik utama Amnesty adalah bagaimana Presiden Prabowo menghindari penggunaan istilah “genosida” untuk menggambarkan situasi di Palestina.
Padahal, lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan Amnesty sendiri telah mengkonfirmasi bahwa tindakan Israel di Gaza memenuhi unsur genosida.
“Penggunaan kata ‘catastrophe’ oleh Presiden berpotensi mengaburkan tanggung jawab Israel atas genosida,” tegas Usman.
Indonesia, menurut telaah Amnesty, seharusnya lebih berani mendesak Israel membongkar permukiman ilegal, memutus relasi bisnis dengan perusahaan pendukung apartheid, dan menyuarakan penuh Advisory Opinion Mahkamah Internasional (ICJ) yang menyatakan pendudukan Israel ilegal. Alih-alih menjadi aktor moral global, pemerintah Indonesia justru masih bermain aman di level diplomasi.
Tak hanya soal Palestina, komitmen Indonesia terhadap keadilan internasional juga diragukan. Usman menyayangkan Statuta Roma 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional tak lagi menjadi prioritas.
“Ratifikasi ICC masuk dalam empat kali RANHAM sejak 1998, tapi hilang dalam RANHAM kelima di era pemerintahan Jokowi,” ujarnya.
Ini membuktikan indikasi bahwa pidato soal supremasi hukum internasional tak tercermin dalam kebijakan nasional.

Tinggalkan Balasan